IslamyPersona.blogspot.com. Sebuah renungan untuk mengigat kebiasaan yang harus diperbaiki oleh kita semua. terkadang kita berniat begini dan begitu namun realisasinya tidak sesuai dengan niat awal kita.
Manusia Memang Begitu Kawan.
Barulah tadi malam, dalam suasana hangat seusai makan malam, ia tertegun melihat tawa riang putra-putrinya di ruang keluarga, bercanda ria tanpa beban. Sejenak ia tertunduk muram, ia sadar bahwa nafkah yang ia berikan kepada mereka selama ini tidak halal.
Uang panas itu mengalir lancar ke dalam rekeningnya. Banyak proposal proyek-proyek yang tidak sah, ia kabulkan. Sejenak ia termenung, menyesal dan mengikrarkan dalam hati untuk meninggalkan semua yang telah ia perbuat.
Namun lihatlah hari ini, ia tak kuasa untuk tidak membubuhkan tanda tangannya di atas lembaran-lembaran itu. Ikrar yang baru berumur semalam itu, ia hempaskan tanpa ragu.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah kemarin ia duduk menangis di ruangan kamarnya. Batinnya merana atas dosa-dosa yang telah ia lakoni. Ia tercerahkan setelah mendengarkan nasehat seorang ustadz muda dalam sebuah kajian. Ia terpukau dengan penjelasan ustadz itu, dan merasa betapa sempitnya dunia ini baginya. Kemudian ia membulatkan azam (tekad) dalam hati untuk meninggalkan dosa-dosa itu. Namun lihatlah hari ini, ia kembali kepada kehidupannya yang lama. Azam yang telah ia bulatkan itupun kini hancur berkeping-keping tak bersisa.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah beberapa hari yang lalu ia menyesal telah melalaikan banyak waktu sehingga banyak tugas yang terbengkalai. Ia merasa begitu banyak target-target hidup yang tak terwujud karena tidak menghargai waktu. Dan ia sadar bahwa kehidupan SMA nya bukanlah untuk hura-hura. Lalu kemudian ia berjanji akan lebih memanfaatkan waktu, merubah secara total pola hidupnya yang tak beraturan. Namun lihatlah hari ini, ia kembali hanyut tenggelam dalam kelalaian yang sama. Penyesalan itu telah menguap tanpa sisa.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah beberapa malam yang lalu, di tengah senyapnya malam, ia mendapati istrinya tertidur di ruang tamu. Ia pandangi lekat-lekat wajah sendu istrinya, wajah yang lelah menanti kedatangan suami tercinta. Seketika itu air matanya meleleh. Ada bongkahan pahit yang tersangkut di kerongkongannya. Sudah sebulan ini ia menjalin hubungan terlarang dengan asisten pribadinya. Malam demi malam ia habiskan bersama wanita yang tidak halal baginya. Dan di malam itu, ia mengambil keputusan, palu itu sudah ia ketuk di dalam hati, keputusan itu sudah mantap, ia tidak akan berselingkuh lagi. Namun lihatlah hari ini, ia kembali ke kubangan lama. Keputusan mantap itu telah ia injak-injak dengan kakinya sendiri.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah seminggu yang lalu ia menyaksikan sendiri pemakaman sahabatnya, yang meninggal muda karena kanker paru-paru akibat rokok. Dan di saat itu pula, di atas pusara sahabatnya, ia menancapkan tekad dalam hati untuk tidak merokok selamanya. Selamanya. Janji sampai mati. Namun lihatlah hari ini, ia kembali tergoda untuk menghisap pembunuh 9 cm itu. Menghancurkan dengan tangannya sendiri bangunan tekad yang telah ia bangun dengan kokoh.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah sebulan yang lalu ia menjadi saksi bangkrutnya perusahaan yang telah ia mulai dari nol. Perusahaan yang telah berbilang tahun itu bangkrut di depan matanya sendiri. Bangkrut karena bisnis kotor yang ia lakukan. Dan di saat itu pula ia kapok dan menyesal, tapi apalah guna penyesalan. Ia pun berteriak lantang dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah ia perbuat. Teriakan yang sangat lantang, yang mampu mengguncang alam bawah sadarnya. Namun lihatlah hari ini, berharap segera menuai untung, bisnis kotor itu kembai ia geluti.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah setahun yang lalu ia menyusun rancangan besar apa yang akan ia lakukan apabila diterima di Universitas idamannya. Merangkai mozaik mimpi dan harapan. Bersiap menyongsong janji-janji perubahan. Namun lihatlah hari ini, setelah mozaik itu sempurna, setelah cita-cita itu terwujud, dengan tangannya sendiri ia cabik-cabik mozaik itu.
Manusia memang begitu, Kawan.
~Goresan pena: A.Rinanda~
Catatan:
Bila tekad untuk hijrah telah kuat, kuatkan azammu, tutup semua pintu yang akan membawamu ke masa lalu. Katakan pada diri, kuingin terlahir sebagai manusia yang baru.
Selamat berhijrah....
______________
Madinah 13-01-1437 H
Editor: ACT El-Gharantaly
Manusia Memang Begitu Kawan.
Barulah tadi malam, dalam suasana hangat seusai makan malam, ia tertegun melihat tawa riang putra-putrinya di ruang keluarga, bercanda ria tanpa beban. Sejenak ia tertunduk muram, ia sadar bahwa nafkah yang ia berikan kepada mereka selama ini tidak halal.
Uang panas itu mengalir lancar ke dalam rekeningnya. Banyak proposal proyek-proyek yang tidak sah, ia kabulkan. Sejenak ia termenung, menyesal dan mengikrarkan dalam hati untuk meninggalkan semua yang telah ia perbuat.
Namun lihatlah hari ini, ia tak kuasa untuk tidak membubuhkan tanda tangannya di atas lembaran-lembaran itu. Ikrar yang baru berumur semalam itu, ia hempaskan tanpa ragu.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah kemarin ia duduk menangis di ruangan kamarnya. Batinnya merana atas dosa-dosa yang telah ia lakoni. Ia tercerahkan setelah mendengarkan nasehat seorang ustadz muda dalam sebuah kajian. Ia terpukau dengan penjelasan ustadz itu, dan merasa betapa sempitnya dunia ini baginya. Kemudian ia membulatkan azam (tekad) dalam hati untuk meninggalkan dosa-dosa itu. Namun lihatlah hari ini, ia kembali kepada kehidupannya yang lama. Azam yang telah ia bulatkan itupun kini hancur berkeping-keping tak bersisa.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah beberapa hari yang lalu ia menyesal telah melalaikan banyak waktu sehingga banyak tugas yang terbengkalai. Ia merasa begitu banyak target-target hidup yang tak terwujud karena tidak menghargai waktu. Dan ia sadar bahwa kehidupan SMA nya bukanlah untuk hura-hura. Lalu kemudian ia berjanji akan lebih memanfaatkan waktu, merubah secara total pola hidupnya yang tak beraturan. Namun lihatlah hari ini, ia kembali hanyut tenggelam dalam kelalaian yang sama. Penyesalan itu telah menguap tanpa sisa.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah beberapa malam yang lalu, di tengah senyapnya malam, ia mendapati istrinya tertidur di ruang tamu. Ia pandangi lekat-lekat wajah sendu istrinya, wajah yang lelah menanti kedatangan suami tercinta. Seketika itu air matanya meleleh. Ada bongkahan pahit yang tersangkut di kerongkongannya. Sudah sebulan ini ia menjalin hubungan terlarang dengan asisten pribadinya. Malam demi malam ia habiskan bersama wanita yang tidak halal baginya. Dan di malam itu, ia mengambil keputusan, palu itu sudah ia ketuk di dalam hati, keputusan itu sudah mantap, ia tidak akan berselingkuh lagi. Namun lihatlah hari ini, ia kembali ke kubangan lama. Keputusan mantap itu telah ia injak-injak dengan kakinya sendiri.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah seminggu yang lalu ia menyaksikan sendiri pemakaman sahabatnya, yang meninggal muda karena kanker paru-paru akibat rokok. Dan di saat itu pula, di atas pusara sahabatnya, ia menancapkan tekad dalam hati untuk tidak merokok selamanya. Selamanya. Janji sampai mati. Namun lihatlah hari ini, ia kembali tergoda untuk menghisap pembunuh 9 cm itu. Menghancurkan dengan tangannya sendiri bangunan tekad yang telah ia bangun dengan kokoh.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah sebulan yang lalu ia menjadi saksi bangkrutnya perusahaan yang telah ia mulai dari nol. Perusahaan yang telah berbilang tahun itu bangkrut di depan matanya sendiri. Bangkrut karena bisnis kotor yang ia lakukan. Dan di saat itu pula ia kapok dan menyesal, tapi apalah guna penyesalan. Ia pun berteriak lantang dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah ia perbuat. Teriakan yang sangat lantang, yang mampu mengguncang alam bawah sadarnya. Namun lihatlah hari ini, berharap segera menuai untung, bisnis kotor itu kembai ia geluti.
Manusia memang begitu, Kawan.
Barulah setahun yang lalu ia menyusun rancangan besar apa yang akan ia lakukan apabila diterima di Universitas idamannya. Merangkai mozaik mimpi dan harapan. Bersiap menyongsong janji-janji perubahan. Namun lihatlah hari ini, setelah mozaik itu sempurna, setelah cita-cita itu terwujud, dengan tangannya sendiri ia cabik-cabik mozaik itu.
Manusia memang begitu, Kawan.
~Goresan pena: A.Rinanda~
Catatan:
Bila tekad untuk hijrah telah kuat, kuatkan azammu, tutup semua pintu yang akan membawamu ke masa lalu. Katakan pada diri, kuingin terlahir sebagai manusia yang baru.
Selamat berhijrah....
______________
Madinah 13-01-1437 H
Editor: ACT El-Gharantaly
Manusia Memang Begitu
Reviewed by IP Admin
on
8:06:00 AM
Rating:
No comments:
Anda dapat berkomentar menggunakan identitas apa saja. Silakan berkomentar dengan baik dan sopan. Sepatah kata Anda bisa jadi sangat berarti bagi Blog ini, in syaa Allah.