Pembuatan RPP
Pembuatan RPP

Fenomena Ironisme Adzan



fenomena penolakan adzan
fenomena adzan

Apa pemandangan khas dari senja hari di sekitar kita?  Khususnya saat-saat menjelang adzan maghrib?

Sekelompok pemuda-pemudi bahkan ibu-ibu begitu riuh dengan suara teriakan dan canda tawa disebuah lapangan volley kompleks sebuah RT, ada yang hanya menonton, ada yang hanya sibuk memberikan teriakan semangat, begitu semangat, begitu ceria mereka memainkan bola yang dipukul kesana kemari.
Ketika senja semakin larut, malam semakin menjelang, di masjid-masjid mulai dikumandangkan adzan, dengan wajah penuh kepuasan, badan yang berkeringat dan bersemangat secara “otomatis” mereka menyudahi permainan. Seakan tersadar bahwa “alarm” telah berbunyi, jadi sudah waktunya bubar, dengan ceria, tawa riang mereka meninggalkan lapangan, menggunakan kendaraannya maupun berjalan kaki. Kemana mereka setelah mendengar adzan tersebut? Ke masjid kah? Kemushola/surau/langgar? Ternyata TIDAK!
Ya, mereka bukan pergi ke tempat dikumandangkannya adzan, tapi ke rumah, sebagian ke warung untuk sekedar menyegarkan badan dengan memesan minuman dingin, ya, mereka ke warung saat adzan maghrib telah berkumandang.

Mungkin baginya, adzan sekadar “alarm waktunya pulang”
Mungkin baginya adzan sekadar “pemberitahuan waktu sudah malam”
Mungkin baginya adzan sekadar “pengingat bahwa sudah waktunya ganti kegiatan lain”
Mungkin baginya adzan sekadar suara yang berlalu begitu saja. Yang sudah “biasa” didengar bahkan sudah bosan mendengarnya.

Dimana penghormatan kita kepada adzan??

Lupakah kita bahwa adzan itu hakikatnya panggilan Allah azza wa jalla untuk KITA?
Lupakah kita bahwa adzan itu hakikatnya undangan Allah azza wa jalla untuk KITA? 
Panggilan untuk apa?
Apakah untuk segera pulang ke rumah?
Apakah untuk segera ganti permainan satu ke permainan lainnya?
Bukan! Saudaraku, tapi panggilan untuk sholat!
Ya, untuk Sholat!
Hayya ‘alasholah…
Hayya ‘alasholah…

Panggilan untuk sholat dan panggilan untuk kemenangan!
Hayya ‘alalfalah…
Hayya ‘alalfalah…

Benar, Allah Azza wa jalla menjanjikan KEMENANGAN melalui adzan itu.
Agar kita menang, agar kaum muslimin menang, maka penuhilah adzan tersebut, penuhilah panggilan Allah ta’ala, datangilah rumah-rumah Allah ketika adzan tersebut, niscaya dengan begitu kita bisa menang.
Belum lama ini berita tentang sebuah daerah yang terjadi pembakaran terhadap tempat ibadah agama budha yang disinyalir dilakukan oleh sekelompok kaum muslimin.
Begitu banyak berita yang tersebar, mulai dari latar belakang kejadian, pro-kontra tidakan pembakaran tersebut dan banyak hal-hal yang lainnya yang “membumbui” berita tersebut.
Dari berbagai sumber dikatakan seorang warga etnis keturunan cina marah dan berbuat kerusakan disebuah musholla karena tidak senang dan terganggu dengan suara adzan.
Sontak kejadian tersebut memicu kemarahan kaum muslimin yang akhirnya berujung pada pembakaran rumah ibadah etnis keturunan tersebut.
Yang ingin kami sampaikan adalah, begitu besar amarah kaum muslimin ketika ada orang yang melecehkan adzan, namun terkadang kaum muslimin sendiri tidak sadar bahwa sesungguhnya masih banyak “pelecehan” yang kita (kaum muslimin) sendiri perbuat.

Mari kita berkaca, apa yang kita lakukan ketika adzan?
Sibuk dengan bisnis pekerjaan? Sibuk dengan permainan? Senda gurau? Asyik dengan tontonan? Bahkan ada yang mengeraskan TV dan Musik agar suara adzan “kalah” oleh itu semua.

Beranikah kita mengakui bahwa itu “pelecehan” terhadap adzan? Ataukah kita memberikan seribu bahkan sejuta alasan sebagai PEMBENARAN perbuatan kita?

Bahkan sempat heboh saat ada wacana pemerintah untuk membatasi adzan, maka hebohlah dunia maya dengan berbagai tanggapan “pedas” untuk membela dikumandangkannya adzan. Namun apakah cukup seperti itu saja upaya “membela adzan”? Sedangkan ketika adzan selesai berkumandang kita tidak ada di masjid, tidak ada di tempat sholat,?

Sekali lagi wahai saudara-saudaraku, Allah ta’ala menjanjikan kita KEMENANGAN melalui adzan, jadi tidak layak kita sebagai muslim sendiri justru menyepelekan panggilan Allah ini. Dan kita tidak mungkin menang jika kita mengabaikan panggilan Allah azza wa jalla.
Sekali lagi, jika kita ingin membela adzan, maka datangilah, penuhilah dengan ikut bagian dalam sholat berjamaah di masjid-masjid, di surau, musholla ataupun langgar terdekat dilingkungan kita. Maka dengan demikian in syaa Allah, niscaya tidak akan ada cerita pihak-pihak yang akan “berani macam-macam” dengan adzan yang selalu kita rindukan ini.


Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , ia mengabarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوْا
”Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala yang didapatkan dalam adzan dan shaf pertama kemudian mereka tidak dapat memperolehnya kecuali dengan undian niscaya mereka rela berundi untuk mendapatkannya…” (HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 980)



Wabillahittaufiq...

Fenomena Ironisme Adzan Fenomena Ironisme Adzan Reviewed by IP Admin on 7:48:00 AM Rating: 5

No comments:

Anda dapat berkomentar menggunakan identitas apa saja. Silakan berkomentar dengan baik dan sopan. Sepatah kata Anda bisa jadi sangat berarti bagi Blog ini, in syaa Allah.

iklan murah