Pembuatan RPP
Pembuatan RPP

Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL) Bag.2

Islamypersona.blogspot.com. Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL). Artikel kali ini merupakan bagian kedua dari tulisan sebelumnya Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL) Bag.1. Bagi yang belum membacanya, silakan dibaca dahulu agar lebih utuh memahami permasalahan yang sedang dibahas kali ini.
Nikah Beda agama

Kebohongan Seorang Pengusung Liberalisme 
Abdul Muqsidh Ghozali dalam dialognya bersama Ulil Abshor ketika membantah ust Hartono Jaiz pernah berkata: “Kalau di dalam Al-Qur’an diperbolehkan nikah beda agama, maka pak Hartono mengharamkannya. Pak Hartono di sini sedang menciptakan syari’at baru, yang mestinya itu tidak dilakukan.” Lalu dia menukil atsar Umar yang menegur Hudzaifah tatkala menikah dengan wanita ahli kitab, lalu Hudzaifah berkata: Apakah engkau mengharamkannya? Jawab Umar: Tidak. (Buka Mafatihul Ghaib juz 3 hal 63) Waktu itu ia juga mengatakan, “Tidak ada dalil yang melarang nikah beda agama.”
Jawaban:
Ucapan ini adalah kebohongan di atas kebohongan yang dimuntahkan oleh seorang pengusung paham liberal yang kini telah meraih doktor padahal dia termasuk pembela Nabi palsu, sekalipun yang dibela sudah mengaku taubat:
Pertama: Kebohongan terhadap Al-Qur’an, karena Al-Qur’an tidak pernah membolehkan nikah beda
agama, dalam artian seorang non muslim nikah dengan wanita muslimah, bahkan Al-Qur’an dengan tegas mengharamkannya. (Lihat QS. Al-Baqarah: 221 dan Al-Mumtahanah: 10), yang dibolehkan adalah lelaki muslim nikah dengan wanita ahli kitab. (QS. Al-Maidah: 5)
Kedua: Kebohongan terhadap Umar bin Khaththab, karena beliau juga mengharamkan beda agama, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 4/366 bahwa Umar berkata, “Lelaki muslim boleh menikah dengan wanita nashara, tetapi lelaki nashrani tidak boleh nikah dengan wanita muslimah.” Lalu katanya: Atsar ini lebih shahih dari atsar sebelumnya (kisah Hudzaifah). (Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 1/587)
Ketiga: Kebohongan terhadap Fakhrur Razi dalam Mafatih Ghaib, sebab beliau juga mengharamkan
nikah beda agama. Setelah membawakan atsar Hudzaifah di atas dalam Tafsirnya 2/231, beliau mengiringinya langsung dengan hadits Jabir bahwa Nabi bersabda, “Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita kita.” Lebih jelas lagi, beliau mengatakan dalam lembar
berikutnya 2/232, “Adapun firman Alloh, “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman” maka tidak ada perselisihan bahwa maksud musyrik di sini adalah umum (baik ahli kitab maupun tidak), maka tidak halal wanita mukmminah dinikahkan dengan pria kafir sama sekali apapun jenis kekufurannya.”
Wahai hamba Alloh! Kenapa engkau sembunyikan
ucapan ini?! Di manakah kejujuranmu?!
*
Apakah ahli kitab termasuk kafir dan musyrik?
Kalau ada yang berkata bahwa larangan beda agama itu kalau wanita muslimah nikah dengan lelaki kafir atau musyrik, sedangkan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) tidak termasuk mereka. Kita katakan: Ini adalah suatu kedustaan, karena Allah telah menegaskan bahwa ahli kitab dari Yahudi maupun Nasrani adalah kafir dan musyrik. Demikian juga Rasulullah dan kesepakatan para ulama salaf. Perhatikan firman Allah (yang terjemahan):
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al-Bayyinah: 6)
Perhatikan juga hadits berikut:
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, Tidak ada seorangpun dari umat ini baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentangku kemudian dia meninggal dan tidak beriman kepada ajaranku, kecuali dia termasuk ahli neraka". (HR. Muslim 153)
Imam asy-Syathibi berkata: “Kami melihat dan mendengar bahwa kebanyakan Yahudi dan Nashrani mengetahui tentang agama Islam dan banyak mengetahui banyak hal tentang seluk-beluknya, tetapi semua itu tidak bermanfaat bagi mereka selagi mereka tetap di atas kekufuran dengan kesepakatan ahli Islam”. (Al-Muwafaqot 1/85, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan. Lihat pula fatwa penting Syaikh Ibnu Utsaimin tentang
masalah ini dalam ash-Sohwah Islamiyyah hlm. 166-171)
Jadi, larangan dalam masalah ini mencakup umum, baik ahli kitab maupun tidak. Perhatikan ucapan Imam Syafi’i: “Jika seorang wanita memeluk Islam atau dilahirkan dalam keluarga muslim atau salah seorang dari orang tuanya memeluk Islam ketika ia belum baligh, maka semua laki-laki musyrik, baik ahli kitab maupun animisme, haram menikahinya dalam keadaan apapun”. (Al-Umm 5/7)
Demikian juga ucapan al-Kasani: “Tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, baik yang beragama Yahudi atau Nasrani, maupun yang beragama penyembah patung dan majusi”. (Badai’ Shonai’ 2/272. Lihat juga al-Mughni Ibnu Qudamah 6/634 dan al-Muhalla Ibnu Hazm 9/449)
Apalagi, para pengusung paham Liberal ingin mengacaukan istilah, sehingga menurut mereka orang Budha, Hindu, Konghucu dan sebagainya termasuk Ahli kitab, oleh karena itu, dalam Fiqih Lintas Agama mereka mengatakan: “… atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaanya”. Lantas, adakah penggugatan terhadap syari’at yang lebih jelas daripada ini?!!
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan keselamatan. Kemudian penulis mendapati
Imam Ibnul Qoththon menegaskan dalam al-Iqna’ fi Masail Ijma’ 2/18: “Para ulama bersepakat
bahwa tidak boleh bagi seorang muslim untuk menikahi wanita majusi dan penyembah berhala
”.

Fatwa MUI
Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional MUI VII pada 19-22 Jumadil Akhir 1426
H/26-29 Juli 2005 M setelah menimbang: Belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama.
Perkawinan beda agama bukan saja mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, tetapi sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat. Di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi dan kemaslahatan.
Dan memperhatikan:
Keputusan fatwa MUI dalam Munas II tahun 1400/1980 tentang perkawinan campuran, dan selanjutnya; Pendapat Sidang Komisi C bidang fatwa pada Munas VII MUI 2005; Dengan bertawakkal kepada Allah memutuskan dan menetapkan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
***
Sebuah Himbauan dan Seruan
Selama ini, termasuk dalam kasus fatwa MUI, tampak bahwa kaum liberal-sekuler-pluralis lebih mendominasi opini di media massa, dan penyebaran virus Islam liberal sudah sangat meluas ke berbagai sendi-sendi kehidupan umat Islam, baik aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, maupun bidang studi Islam. Sedangkan MUI dan ormas-ormas Islam pendukungnya hanya mampu bicara dari masjid ke masjid, forum majlis taklim, atau beberapa media cetak dan elektronik tertentu.
Pertempuran dahsyat juga sedang dan akan terus terjadi di media massa yang menjadi andalan utama kaum liberal. Maka sewajibnya bagi umat Islam untuk bekerja keras mengimbangi penguasaan media massa dan profesionalitas dalam bidang media Massa dan strategi opini, menyiapkan sebanyak mungkin cendekiawan dan ulama Islam yang mumpuni dan berkualitas tinggi serta mengerahkan segala upaya untuk membongkar kesesatan Jaringan Iblis ini dan memperingatkan umat dari bahayanya. (Lihat Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual, Adian Husaini hlm. ix-xiv).
 ***
Demikianlah tulisan kali ini mengenai Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL) Bag.2. Hanya kepada Allah ta'ala kita memohon petunjuk jalan kebenaran serta berlindung dari fitnah yang mencelakakan. Semoga Bermanfaat.
beda agama

Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL) Bag.2 Nikah Beda Agama (Bantahan Terhadap JIL) Bag.2 Reviewed by IP Admin on 8:05:00 AM Rating: 5

1 comment:

Anda dapat berkomentar menggunakan identitas apa saja. Silakan berkomentar dengan baik dan sopan. Sepatah kata Anda bisa jadi sangat berarti bagi Blog ini, in syaa Allah.

iklan murah